GARDATIMURNEWS.COM | Gowa – Dugaan penimbunan Danau Mawang oleh Harnes, mantan anggota DPRD Gowa dari Partai Demokrat periode 2019, kini memasuki babak baru yang penuh teka-teki dan kecurigaan. Meski Polres Gowa telah menyegel lokasi dan memasang garis polisi, hingga kini belum ada kepastian hukum terhadap pelaku maupun asal material penimbunan yang diduga berasal dari tambang ilegal.
Harnes sempat mengklaim memiliki sertifikat atas lahan di kawasan danau sebagai dasar legalitas aktivitasnya. Namun klaim tersebut langsung dibantah oleh Dedy, Kepala Seksi Pengukuran BPN Gowa.
“Tidak benar jika Harnes memiliki sertifikat atas lahan yang ditimbunnya. Status lahan tersebut adalah Sertifikat Hak Pakai milik Pemerintah Daerah Gowa, bukan milik perseorangan,” tegas Dedy dalam pernyataan yang diterima Presiden Toddopuli Indonesia Bersatu (TIB).
Langkah awal Polres Gowa sempat terlihat cepat: penyegelan lokasi, pemasangan police line, dan pengamanan satu unit alat berat jenis loader. Namun dua pekan berlalu, tak ada perkembangan berarti. Penanganan kasus ini terkesan stagnan.
Material penimbunan diduga berasal dari tambang ilegal milik pengusaha lokal H. Coa Dg. Nuntung. Informasi ini telah lama beredar di kalangan LSM lingkungan dan hukum di Gowa, yang menilai aktivitas tersebut berlangsung terang-terangan dan tanpa pengawasan.
Saat dikonfirmasi oleh awak media , Kanit Tipiter Polres Gowa Ipda Nova hanya menjawab singkat:
“Kami masih tahap proses lidik.”
Jawaban tersebut justru memperkuat dugaan publik bahwa proses hukum berjalan lamban dan tanpa arah.
Presiden TIB: “Ada Pembiaran oleh Polres dan Pemkab Gowa”
Presiden Toddopuli Indonesia Bersatu (TIB), Syafriadi Djaenaf Dg. Mangka, menyampaikan kritik keras terhadap lambannya penanganan kasus ini.
“Unit Tipiter Polres Gowa terkesan tidak serius. Ini bukan sekadar kelalaian, tapi bentuk pembiaran terhadap aktivitas ilegal yang merusak lingkungan dan mencaplok aset daerah. Penegakan hukum seperti ini hanya memperlemah kepercayaan publik,” tegasnya.
Syafriadi juga menyoroti sikap pasif Pemerintah Kabupaten Gowa, yang dinilai tidak melindungi aset daerah dari praktik mafia tanah.
“Danau Mawang adalah aset daerah. Sudah tercatat sebagai milik Pemkab Gowa. Tapi kenapa tidak ada tindakan dari Bupati atau Wakil Bupati? Diamnya mereka justru memperkuat dugaan adanya kepentingan tertentu di balik penimbunan ini,” tambahnya.
Penimbunan Danau Mawang bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini adalah ancaman nyata terhadap ekosistem danau yang berfungsi sebagai kawasan resapan air dan penopang lingkungan Gowa–Makassar.
Jika benar material berasal dari tambang ilegal, maka kasus ini bukan lagi pelanggaran ringan, melainkan dugaan kejahatan lingkungan yang sistematis dan terorganisir.
Masyarakat, aktivis lingkungan, dan LSM di Gowa kini meminta Polres Gowa segera meningkatkan status kasus dari lidik ke penyidikan, penetapan tersangka terhadap pihak yang bertanggung jawab. Pemkab Gowa mengambil alih lahan yang ditimbun dan memulihkan fungsi ekologis danau.
“Jika Pemkab Gowa tetap diam, maka dugaan adanya permainan kekuasaan dan bisnis di balik penimbunan Danau Mawang akan semakin kuat. Kami akan kawal kasus ini sampai tuntas,” tutup Dg. Mangka.(/*)Tim Siber TIB


