GARDATIMURNEWS.COM |GOWA — Kebijakan alokasi 20% Dana Desa untuk ketahanan pangan di era Presiden Prabowo Subianto menjadi sorotan publik sebagai langkah strategis dalam memperkuat sektor pertanian nasional. Namun, di balik semangat positif tersebut, implementasinya di lapangan menghadapi berbagai tantangan serius, terutama dari sisi regulasi dan koordinasi antar lembaga pemerintah.(Senin 5 Mei 2025)
Permendes Nomor 3 Tahun 2025 memang menjadi bukti adanya kesepakatan awal antara Kementerian Desa dan Kementerian Pertanian dalam mendukung program ketahanan pangan nasional. Sayangnya, belum semua kementerian yang terkait, seperti Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan, menunjukkan komitmen yang sama. Hal ini menimbulkan kebingungan di tingkat pemerintah daerah, khususnya di kalangan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) serta para kepala desa.
Minimnya kejelasan instruksi dan lemahnya pengawasan justru menjadi celah bagi penyalahgunaan anggaran. Jika tidak ditangani dengan serius, potensi korupsi bisa menghambat efektivitas program, merugikan keuangan negara, dan memperburuk kepercayaan publik. Bahkan, kolaborasi antara sektor publik dan swasta dalam penguatan sistem pangan bisa terganggu akibat ketidakpastian kebijakan di lapangan.
Untuk itu, sangat penting bagi pemerintah pusat menyusun regulasi yang lebih komprehensif dan memastikan koordinasi lintas sektor berjalan harmonis. Tanpa hal tersebut, harapan menjadikan desa sebagai ujung tombak ketahanan pangan bisa berubah menjadi kegagalan administratif dan finansial.
Sudah saatnya kita menyadari bahwa keberhasilan program nasional tidak hanya bergantung pada niat baik, tetapi juga pada kualitas regulasi dan kekompakan lembaga-lembaga negara dalam menjalankannya.
Penulis : Salman Sitaba