GARDATIMURNEWS.COM | Deli Serdang – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) pada pelayanan pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Unit Satpas Polresta Deli Serdang, Polda Sumatera Utara, kembali menjadi sorotan publik. Setelah viral beberapa pekan lalu, upaya awak media untuk melakukan konfirmasi justru mendapat hambatan dari oknum petugas.
Pada Rabu (03/12/2025), wartawan Media Purna Polri, Syahrul Anwar, bersama tim mendatangi Satpas Polresta Deli Serdang untuk meminta klarifikasi. Namun, dua oknum Provos bermarga Simanjuntak dan Sihombing disebut menghalangi wartawan memasuki area pelayanan, dengan alasan hanya pemohon SIM yang diperbolehkan masuk.
Saat wartawan menanyakan dasar hukum pelarangan tersebut, oknum bermarga Sihombing hanya menjawab, “Aturannya begitu,” sambil menunjuk baliho yang ada di lokasi. Ketika ditanyakan aturan atau undang-undang apa yang menjadi dasar larangan terhadap wartawan, kedua oknum tersebut tidak memberikan jawaban selain menyebut bahwa mereka hanya menjalankan perintah.
Sementara itu, ketika dikonfirmasi melalui WhatsApp, Kanit Regident Polresta Deli Serdang menjawab singkat, “Maaf, sedang rapat. Pada hari yang sama, seorang warga Deli Serdang yang enggan disebutkan namanya mengaku mengurus SIM A dan C untuk anaknya dengan total biaya Rp1.400.000.
“Biayanya segitu untuk SIM A dan C,” ujarnya.
Pernyataan ini berbanding terbalik dengan keterangan Kasat Lantas Polresta Deli Serdang yang sebelumnya menyatakan bahwa informasi pungli di Satpas tersebut adalah hoaks.
Penghalangan terhadap wartawan yang hendak melakukan konfirmasi menimbulkan pertanyaan baru mengenai transparansi pelayanan di Unit SIM Polresta Deli Serdang. Sebagai lembaga publik, kepolisian seharusnya terbuka terhadap proses klarifikasi dan peliputan media.
Tindakan menghalangi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, terutama:
Pasal 4, yang menjamin kemerdekaan pers.
Pasal 18 ayat (1), yang menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi kegiatan jurnalistik dapat dipidana hingga 2 tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta.
Beberapa kasus terkait dugaan pungli pada pelayanan SIM di berbagai daerah juga pernah ditindaklanjuti Kompolnas, sehingga isu transparansi pelayanan publik menjadi poin penting dalam pengawasan.
Masyarakat dan kalangan pers meminta Kapoldasu serta Kapolresta Deli Serdang untuk memanggil dan memeriksa oknum petugas yang diduga menghalangi tugas jurnalistik, serta memastikan transparansi dalam pelayanan SIM. Bila terbukti melanggar undang-undang, tindakan tersebut harus diproses sesuai hukum yang berlaku.( Baem Siregar/tim )


